This page's dedicated to my memories. Everything past which I love to write.

-------------------------------------------------------------------------
Kecambah 1
-------------------------------------------------------------------------
Segala sesuatu pastilah ada penjelasannya

Quote di atas saya dedikasikan pada kisah berikut...

*Kalau saya ingat-ingat sendiri lucu juga si...Jadi pengen ketawa-ketiwi sendiri.

Bulan Agustus 2007, saya pergi ke Jogjakarta untuk mewakili provinsi Riau dalam "National Speech and Debating Competition" yang diselenggaran oleh DIKTI. Nah, setelah melalui 2 hari pertandingan, semua delegasi diajak jalan-jalan. Akhirnya, tibalah kami semua di Candi Borobudur.

Kamu semua pasti tahu kan apa yang pertama kali 'menyambar' kita? Yep! tepat. Pastinya gerombolan pedagang topi dan gantungan kunci yang memaksa dagangannya dibeli. Sebagian delegasi ada yang kaget dengan 'seranga tengah hari' itu. Ya, mungkin karena tidak pernah mengalami hal seperti itu.

Saya memutuskan tidak membeli apa2, meskipun supervisor saya dengan excitednya membeli topi bundar besar berwarna putih. Katanya sih panas.

Dan kami melanjutkan perjalanan mengelilingi Candi Borobudur. Setelah puas mendengar celoteh oleh seorang tour guide wanita, kami pun berniat melanjutkan ekspedisi ke candi prambanan. Dan tentunya, setelah pintu ke luar, kita harus melewati deretan pasar menjual craft dsb, dilengkapi dengan lapak-lapak pedagang kecil dengan bumbu gerombolan pedagang (*yang pada umumnya pemuda) yang siap melakukan 'penyerangan' tahap ke dua.

Saya mendelik ke salah seorang pedagang pensil kayu unik. Ekspresi ibu-ibu ini kalem, gak  maksa pengen dibeli. Maka dari itu saya tertarik.(haha)
Saya tanya, "Pensilnya berapa, bu?"
Trus ibunya jawab, "Satu nya rp.1000, kalau sepuluh rp.1000..." (*gubrak, anak SD juga tau kalau 10 buah = rp10 rb!)
Saya bales lagi, " Saya mau ambil banyak nih bu, murahin lagi yak.." (*tetep, kalau belanja kejam)
Ibu : "maunya berapa?"
Saya, (*dalem hati : maunya sih 20 buah = rp.5000 *plaaak) : "Ya udah deh bu, saya ambil 20, rp.18000 yak?"
Ibu : (Diem)
Saya : "Gimana, bu?"
Ibu : (mungkin lagi mikir : daripada ni anak ngais-ngais tanah, kasi aja dah...)
       Kemudian langsung bungkusin 20

Dan aku pun dengan bangga membawa bungkusan hasil 'perjuangan'

Tapi, tantangan belum selesai. Saya masih harus menghadapi pedagang -pedagang souvenir yang maksa minta ampun sebelum bisa menyentuh jalan keluar.

"Mas, mas, mas, mas,mas! Beli Mas! Murah Mas!" Suara-suara gerombolan penyerang mulai bergerilya.

"Tidak, terima kasih"..jawab saya.

"Murah aja nih, mas!"

"Berapa?"

"Rp.2000, satunya", dengan cekap seorang mas-mas menjawab (pedagang lain sedang asyik menyerang delegasi-delegasi lainnya. Kebanyakan dari mereka terpaksa menyerah dan akhirnya membeli dengan harga mahal)

"Dua rebu pala lu peyang! Mana ada maenan  kunci segede upil begono  Rp.2000! Ogah!"
 
"Yaaahh,, jadi berapa donk?" tanyanya lagi.

"Ya udah, saya maunya 10 buah rp.5000. Kalau gak  mau ya udah!" (sambil berdoa, semoga trik saya berhasil)

"OK, ok"

Jiiiaaahh,, dia bilang ok lagi! niat hati gak mau beli.

Akhirnya, saya membawa beberapa bungkus souvenir di tangan saya. Akhirnya demi memuaskan kehendak hati, saya berkeliling beberapa toko dengan menanyakan beberapa harga barang, lalu pergi seketika. Buat apa? Saya cuma mau membuktikan, kalau kebanyakan pedangan tend to menaikkan harga barang karena kita tidak tahu harga sebenarnya.(Prinsip yang sama pada beberapa pedagang dimana pun). Karena, sebelum jalan-jalan saya sudah lebih dulu menanyakan beberapa standar harga souvenir pada orang-orang di hotel.

Tibalah saya, di sebuah toko tas tradisional. Saya ingin membeli beberapa tas tangan untuk oleh-oleh guru-guru di sekolah. Saat itu yang jaga tokonya seorang nenek.
 Dan spontan, saya menyamar menjadi seorang turis africa (haha). Maklum saat itu saya cukup gelap dan rambut saya agak kribo. Dan saya mulai berbicara dalam bahasa inggris  *telah disadur ek dialek setempat

S : "Eksyusmi. Tas yang itu berapa, ya?"

N: "Owh, yang itu $20, Mister"

S: "Mahal banget  si?"

N: (Terkejut. mungkin karena gak biasa ketemu bule yang tau harganya gak segitu. Kemudian memanggil anaknya)

S: "$5!" saya bilang.

N: "Waduuh, gak bisa." (Si nenek ngedumel pake bahasa jawa kasar -yang nyampur bhs indo-red, jadi otomatis saya paham. Tapi saya pura-pura tidak melihat) "Aneh bener si bule ini, baru kali ini ada bule pinter nawar, yo!"

"Gak bisa, Mister! Em sorry!"

S: "Ya sudah. Baaii" kata saya. (Sambil ketawa dalam hati ngeliat ekspresi kebingungan nenek itu)

Dan saya mulai berakting, berjalan santai dan tidak memperlihatkan ketertarikan pada tas itu. Dan saya pun menghitung mundur perlahan mulai dari 10, 9, 8, 7, 6,

daaan,,,,

N: "Mister! Mister! Kam hir, Kam hir! Yu ken berghen (*bargain), yu ken berghen!" kata si nenek mengucapkan kalimat english dengan logat jawa yang kental.

S: (Sebelum berbalik, mengepalkan tangan dan mengucapkan YES! perlahan)

Akhirnya, saya bisa mendapatkan tas unik itu dengan harga yang super murah!

Berikutnya, saya sengaja singgah di sebuah toko souvenir untuk 'mengecek' harga sebuah souvenir dari batu. Saya diberitahu sebelumnya, kalau harga pasarannya max rp15.000

M = Mbak-mbak

S : (English) "Berapa itu?" tanya saya menunjuk souvenir yang dimaksud

M : "RP.30000, Mister!"

S: " Hurm,, ok." Lalu saya langsung pergi.

M: (Mengejar dari belakang) " Mister! Mister! Yu ken berghen (*bargain), yu ken berghen!" (teteeeup,, *saya jadi berfikir ini bahasa pamungkasnya..)

S: "No, thanks".

M : "haw mach yu want?"

S : "RP10.000"

M: "hmph!"

Mbak -mbak itu mendengus kesal dan ngedumel sendiri..

"Wuedan bule iki, barang kayak gini 10 rbu!"

Saya hanya tertawa dalam hati (sambil mempercepat langkah, takut ada yang ngejar lagi).


Share

0 comments:

Avant-propos!

Welcome to my page! Feel free to drop your comment :)

Introduction

Welcome

.

Twitter

“We are born to learn, We learn to know, We know to share, We share to think, We think for CHANGE!”-Raja Reza Fahlevi

Memorizing

This page's dedicated to my memories. Everything past which I love to write.

-------------------------------------------------------------------------
Kecambah 1
-------------------------------------------------------------------------
Segala sesuatu pastilah ada penjelasannya

Quote di atas saya dedikasikan pada kisah berikut...

*Kalau saya ingat-ingat sendiri lucu juga si...Jadi pengen ketawa-ketiwi sendiri.

Bulan Agustus 2007, saya pergi ke Jogjakarta untuk mewakili provinsi Riau dalam "National Speech and Debating Competition" yang diselenggaran oleh DIKTI. Nah, setelah melalui 2 hari pertandingan, semua delegasi diajak jalan-jalan. Akhirnya, tibalah kami semua di Candi Borobudur.

Kamu semua pasti tahu kan apa yang pertama kali 'menyambar' kita? Yep! tepat. Pastinya gerombolan pedagang topi dan gantungan kunci yang memaksa dagangannya dibeli. Sebagian delegasi ada yang kaget dengan 'seranga tengah hari' itu. Ya, mungkin karena tidak pernah mengalami hal seperti itu.

Saya memutuskan tidak membeli apa2, meskipun supervisor saya dengan excitednya membeli topi bundar besar berwarna putih. Katanya sih panas.

Dan kami melanjutkan perjalanan mengelilingi Candi Borobudur. Setelah puas mendengar celoteh oleh seorang tour guide wanita, kami pun berniat melanjutkan ekspedisi ke candi prambanan. Dan tentunya, setelah pintu ke luar, kita harus melewati deretan pasar menjual craft dsb, dilengkapi dengan lapak-lapak pedagang kecil dengan bumbu gerombolan pedagang (*yang pada umumnya pemuda) yang siap melakukan 'penyerangan' tahap ke dua.

Saya mendelik ke salah seorang pedagang pensil kayu unik. Ekspresi ibu-ibu ini kalem, gak  maksa pengen dibeli. Maka dari itu saya tertarik.(haha)
Saya tanya, "Pensilnya berapa, bu?"
Trus ibunya jawab, "Satu nya rp.1000, kalau sepuluh rp.1000..." (*gubrak, anak SD juga tau kalau 10 buah = rp10 rb!)
Saya bales lagi, " Saya mau ambil banyak nih bu, murahin lagi yak.." (*tetep, kalau belanja kejam)
Ibu : "maunya berapa?"
Saya, (*dalem hati : maunya sih 20 buah = rp.5000 *plaaak) : "Ya udah deh bu, saya ambil 20, rp.18000 yak?"
Ibu : (Diem)
Saya : "Gimana, bu?"
Ibu : (mungkin lagi mikir : daripada ni anak ngais-ngais tanah, kasi aja dah...)
       Kemudian langsung bungkusin 20

Dan aku pun dengan bangga membawa bungkusan hasil 'perjuangan'

Tapi, tantangan belum selesai. Saya masih harus menghadapi pedagang -pedagang souvenir yang maksa minta ampun sebelum bisa menyentuh jalan keluar.

"Mas, mas, mas, mas,mas! Beli Mas! Murah Mas!" Suara-suara gerombolan penyerang mulai bergerilya.

"Tidak, terima kasih"..jawab saya.

"Murah aja nih, mas!"

"Berapa?"

"Rp.2000, satunya", dengan cekap seorang mas-mas menjawab (pedagang lain sedang asyik menyerang delegasi-delegasi lainnya. Kebanyakan dari mereka terpaksa menyerah dan akhirnya membeli dengan harga mahal)

"Dua rebu pala lu peyang! Mana ada maenan  kunci segede upil begono  Rp.2000! Ogah!"
 
"Yaaahh,, jadi berapa donk?" tanyanya lagi.

"Ya udah, saya maunya 10 buah rp.5000. Kalau gak  mau ya udah!" (sambil berdoa, semoga trik saya berhasil)

"OK, ok"

Jiiiaaahh,, dia bilang ok lagi! niat hati gak mau beli.

Akhirnya, saya membawa beberapa bungkus souvenir di tangan saya. Akhirnya demi memuaskan kehendak hati, saya berkeliling beberapa toko dengan menanyakan beberapa harga barang, lalu pergi seketika. Buat apa? Saya cuma mau membuktikan, kalau kebanyakan pedangan tend to menaikkan harga barang karena kita tidak tahu harga sebenarnya.(Prinsip yang sama pada beberapa pedagang dimana pun). Karena, sebelum jalan-jalan saya sudah lebih dulu menanyakan beberapa standar harga souvenir pada orang-orang di hotel.

Tibalah saya, di sebuah toko tas tradisional. Saya ingin membeli beberapa tas tangan untuk oleh-oleh guru-guru di sekolah. Saat itu yang jaga tokonya seorang nenek.
 Dan spontan, saya menyamar menjadi seorang turis africa (haha). Maklum saat itu saya cukup gelap dan rambut saya agak kribo. Dan saya mulai berbicara dalam bahasa inggris  *telah disadur ek dialek setempat

S : "Eksyusmi. Tas yang itu berapa, ya?"

N: "Owh, yang itu $20, Mister"

S: "Mahal banget  si?"

N: (Terkejut. mungkin karena gak biasa ketemu bule yang tau harganya gak segitu. Kemudian memanggil anaknya)

S: "$5!" saya bilang.

N: "Waduuh, gak bisa." (Si nenek ngedumel pake bahasa jawa kasar -yang nyampur bhs indo-red, jadi otomatis saya paham. Tapi saya pura-pura tidak melihat) "Aneh bener si bule ini, baru kali ini ada bule pinter nawar, yo!"

"Gak bisa, Mister! Em sorry!"

S: "Ya sudah. Baaii" kata saya. (Sambil ketawa dalam hati ngeliat ekspresi kebingungan nenek itu)

Dan saya mulai berakting, berjalan santai dan tidak memperlihatkan ketertarikan pada tas itu. Dan saya pun menghitung mundur perlahan mulai dari 10, 9, 8, 7, 6,

daaan,,,,

N: "Mister! Mister! Kam hir, Kam hir! Yu ken berghen (*bargain), yu ken berghen!" kata si nenek mengucapkan kalimat english dengan logat jawa yang kental.

S: (Sebelum berbalik, mengepalkan tangan dan mengucapkan YES! perlahan)

Akhirnya, saya bisa mendapatkan tas unik itu dengan harga yang super murah!

Berikutnya, saya sengaja singgah di sebuah toko souvenir untuk 'mengecek' harga sebuah souvenir dari batu. Saya diberitahu sebelumnya, kalau harga pasarannya max rp15.000

M = Mbak-mbak

S : (English) "Berapa itu?" tanya saya menunjuk souvenir yang dimaksud

M : "RP.30000, Mister!"

S: " Hurm,, ok." Lalu saya langsung pergi.

M: (Mengejar dari belakang) " Mister! Mister! Yu ken berghen (*bargain), yu ken berghen!" (teteeeup,, *saya jadi berfikir ini bahasa pamungkasnya..)

S: "No, thanks".

M : "haw mach yu want?"

S : "RP10.000"

M: "hmph!"

Mbak -mbak itu mendengus kesal dan ngedumel sendiri..

"Wuedan bule iki, barang kayak gini 10 rbu!"

Saya hanya tertawa dalam hati (sambil mempercepat langkah, takut ada yang ngejar lagi).


Share

Followers

 
;